Jumat, 01 September 2017

Youth Series 6: Moonchild 2 (FF BTS Oneshoot V)




Hai hai sahabat Lotus! Sekedar rekomendasi aja, FF ini menurut Lotus, FF terbaik yang pernah Lotus buat. Juga ga panjang-panjang banget, so... I don't know. I'll appreciate it kalo kalian baca sampai akhir. Love ya guys!

Btw Lotus kurang puas sama gambarnya. harusnya sih diedit ya, biar sesuai sama karakternya mpi disini. Cuma ya gimana, Lotus ga bisa ngedit :v 


Youth Series 6: Moonchild 2

Dengan berbalut pakaian khas orang barat, lelaki itu menunduk. Dihadapannya, sang penguasa negeri menduduki singgasana. Kulit putih dan hidung mancungnya menyamarkan bahwa dia sebenarnya penjelajah dari timur. Setidaknya julukan itu –penjelajah dari timur- pantas sisematkan padanya untuk kurun waktu tiga tahun lalu. Sekarang, dia adalah bagian dari negeri ini. Bagian dari hiruk pikuk negeri orang barat yang sebenarnya penuh misteri.
            “Bagaimana, Tuan Kim?” Tanya sang penguasa dengan suara rendah berwibawa.
            “Aku tidak bisa, Tuanku.” Lelaki itu perlahan memberanikan diri mengangkat wajahnya. Kini terlihat lebih jelas perbedaan fisik antara dia dan para prajurit yang berjejer dikanan-kirinya.
            “Hanya kau yang bisa, Kim.” Sekali lagi sang penguasa menunjukkan wibawanya melalui suara.
            “Tidak Tuanku, Hukum saja aku. Aku pantas mati.” Iris lelaki itu menurun, memandang lantai marmer yang mengkilat dibawahnya.
            “Kalau kau mati, lalu siapa yang akan menyelamatkan negeri ini?”
            Hening. Hanya deru nafas berat sang penguasa yang terdengar.
            “Para prajuritmu yang hebat telah menghabiskan semua sanaknya diam-diam. Bagaimana bisa aku menjadi penyelamat negeri ini hanya dengan membunuhnya?” Lelaki itu menunduk. Penyesalan akan tidak bisa menjalankan tugas dari sang penguasa negeri terlihat jelas di mimik mukanya.
            “Prajuritku yang hebat mampu membunuh semua sanaknya, tapi tidak dengannya. Sedangkan kau, kau bisa berteman dengannya. Seseorang yang telah membunuh ratusan nyawa di negeri ini.” Sang penguasa bergeming dari duduk nyamannya. Bokongnya yang tua harus berganti posisi untuk mendapatkan kenyamanan diatas singgasana.
            “Tetap saja aku tidak bisa, Tuanku.” Iris lelaki itu masih memandang kebawah, seolah sencari setitik kotoran diatas lantai marmer yang mengkilat.
            “Apa kau menyukainya, Kim Taehyung?” Sang penguasa memajukan kepala, menilik ekspersi rakyat kesayangannya itu.
            “Tidak, Tuanku. Dia yang telah menyelamatkanku tiga tahun lalu. Dia juga alasanku menetap disini. Aku ingin membalas budinya. Bagaimana bisa aku membunuhnya?” Lelaki yang bernama lengkap hanya dengan tiga suku kata itu menyanggah.
            “Kalau begitu, akan ku suntingkan kau dengan Lady Louise, jika kau bisa menjalankan tugasmu.” Sontak kalimat yang dilontarkan sang penguasa membuat para prajurit bergeming. Tanda tidak setuju jika seorang rakyat pendatang yang bukan apa-apa seperti Taehyung dijodohkan dengan cucu kesayangan rajanya.
            Geming para prajurit hanya berlangsung selama hitungan lima. Tidak ada lagi suara lain setelah itu. Hening.
            Berbeda dengan prajurit yang bergeming, justru hanya kelopak mata Taehyung yang bergerak setelah sang penguasa mengeluarkan kalimat mengejutkannya. Jantungnya pun, mungkin berhenti berdetak untuk beberapa saat.
Entah sampai hitungan keberapa, –yang pasti waktu yang cukup lama untuk mengabaikan sang penguasa- Taehyung mematung. Syukurlah matanya masih berkedip, sehingga dapat dipastikan dia tidak mati berdiri.
            “Aku akan berusaha semampuku, Tuanku.”
            Sang penguasa menghela nafas lega. Sedangkan para prajurit kembali bergeming.
***
            Aku berjalan memasuki halaman luas kediaman keluarga Standall. Aku mengangkat kepala, memandang gadis ditepi balkon dengan surai panjang kecoklatan yang terombang-abing oleh angin. Matanya lurus kedepan, memandang keindahan senja yang menenggelamkan siang. Gadis itu, gadis manis yang sedang memandang senja, Beatrice Standall, adalah ‘nya’ yang tadi aku bahas dengan penguasa.
            Tidak ada yang menyangka bahwa dia bukan manusia. Malaikat? Ya, dia memang secantik malaikat, tapi dia bukanlah malaikat. Dia, ‘Werewofl’. Begitu sang raja menyebutnya. Semua orang disini, hanya mengenal Beatrice sebagai gadis konglomerat yatim piatu yang tidak memiliki sanak saudara. Gadis konglomerat dingin yang tinggal dirumah besarnya sendirian. Sedangkan fakta ‘Werewofl’ sendiri masih menjadi misteri bagi mereka.
            Aku pun begitu, setidaknya satu bulan yang lalu. Sebelum tiba-tiba aku dipanggil ke istana untuk menemui raja. Sebelum aku mendengar dari mulut agung raja sendiri bahwa dia telah membunuh seorang warga di setiap malam bulan purnama. Ada berapa malam bulan purnama selama tiga tahun? Ya, kurang lebih sebanyak itu dia membunuh orang sejauh aku hidup berdampingan dengannya.
            Semua Standall sudah dihabisi oleh prajurit raja. Atau lebih tepatnya semua ‘Werewolf’ dinegeri ini sudah binasa, kecuali Beatrice. Awalnya aku prihatin mendengar cerita Beatrice bahwa semua sanak keluarganya sudah meninggal. Tapi sekarang aku bersyukur. Bersyukur dia masih hidup.
            Sepatu boots-ku mulai menaiki tangga melingkar didalam rumah megah Standall. Keheningan memperjelas ketukan yakin dalam setiap langkah yang diambilnya. Yakin akan keputusan yang aku buat. Keputusan untuk menunjukkan pengabdianku kepada sang penguasa negeri. Keputusan untuk menyelamatkan ratusan nyawa yang siap melayang di malam-malam bulan purnama berikutnya.
            Kini aku dihadapkan oleh siluet punggung Beatrice berbalut pakaian yang begitu melekat ditubuh atasnya dan mengembang dibagian pinggah hingga ujung kakinya. Anggun.
 Aku menghampirinya. Berdiri disampingnya tanpa mengganggu.
“Bagaimana hari mu, Tuan Kim?” Suaranya yang semerdu hembusan angin menyapaku tanpa mengalihkan pandangnya pada senja.
            “Luar biasa. Bagaimana harimu, Nona Standall?” Aku membalas basa basi yang sebenarnya tidak perlu dilakukan oleh orang-orang sedekat kami.
            “Sejauh ini, biasa saja.”
            Hening.
            “Mau ku buat luar biasa?”
            Beatrice menoleh. Alisnya tertaut. Aku menangkap kata ‘bagaimana’ dari raut wajahnya.
            Aku maju satu langkah mendekati Beatrice. Ku condongkan wajahku, membunuh jarak diantara kami. Kutangkap rahangnya dengan kedua telapak tanganku. Matanya perlahan tertutup, tapi mataku masih senantiasa menikmati keindahan setiap lekuk wajahnya. Kehangatan menjalar setelah kedua benda merah nan lembut itu bertemu. Kami saling berbagi kecupan-kecupan lembut. Sesuatu yang berdesir didadaku mengalir keseluruh tubuh. Kecupan ini berubah menjadi lumatan. Semakin dalam, lebut, dan nikmat disaat bersamaan. Tangan kiriku menurun membelai punggungnya. Tangan kananku juga menurun, untuk merogoh kantong celanaku. Mengeluarkan pisau yang sudah kupersiapkan. Tangan kanan ku menggenggam pisau erat, seerat tautan kami diatas sana.
            Beatrice tersedak dan melepaskan ciuman. Mulutnya menganga dan alisnya tertaut. Sekali lagi, aku membaca kata ‘bagaimana’ diraut majahnya. Pandanganku menurun, pisau itu tertancap sempurna di perut Beatrice. Darah segar mengalir menembus pakaiannya. Beberapa darah segar lain juga mengalir melalui tepian pisau lalu menetes di lantai. Kutancapkan pisau lebih dalam. Bersamaan dengan itu mulut Beatrice semakin menganga, tersedak oleh udara yang semakin menipis di kerongkongannya. Ku tarik pisau itu, lalu mencapkannya dengan lebih kuat dari sebelumnya. Darah keluar, bukan hanya dari perut Beatrice, tapi juga dari mulutnya. Ku tarik lagi pisau dari perut Beatrice, merasa cukup untuk mengoyak isi perutnya. Ku dekatkan wajahku dengan wajahnya. Merasakan hembusan nafasnya yang hanya tinggal satu, dua. Bibirku mengecup lembut bibirnya yang penuh darah, kemudian ke pipi, lalu ke hidungnya yang sekarang sudah tidak menghembuskan nafas lagi. Dan beralih kematanya, menutup matanya lembut dengan bibirku.
            Aku berhasil, aku telah menjalankan tugas yang diberikan sang penguasa. Sekarang giliranku mendapatkan hak. Ku sandarkan kepala Beatrice pada pundak kananku. Menyangga tubuhnya agar tetap berdiri. Ku tancapkan dengan kuat pisau berumuran darah itu pada perutku. Nyeri yang teramat, menjalar. Ku tarik dan kutancapkan berkali-kali, dengan harapan mendapatkan hak-ku segera. Hak untuk hidup bahagia bersama orang yang aku cintai. Hidup bahagia bersamanya, meskipun tidak di dunia ini. Tarikan dan tancapan itu tidak sekuat sebelumnya, tanganku melemas. Rasanya begitu sakit. Nafasku tersenggal-senggal. Tubuhku terasa begitu ringan. Aku ambruk bersamaan dengan tubuh Beatrice diatasku. Pandanganku mengabur. Samar-samar aku melihat Beatrice mengulurkan tangan. Sudut bibirku mengulas senyum. Dengan tenaga yang tersisa aku menutup mata. Gelap.
Sepersekon kemudian Gelap itu berubah menjadi putih. Dan Beatrice yang tadi terihat samar-samar sekarang begitu jelas. Tangannya masih terulur. Dengan sumringah tanganku menyambutnya. Dia tersenyum, begitupun aku.
            “Ayo, Tae! Ku kenalkan kau pada keluargaku.” Dia melangkah menuntunku, aku pun mengikutinya. Senyum tidak henti-hentinya terulas dibibirku. Aku bahagia.
***
            Rona jingga senja memudar. Kegelapan perlahan datang. Sepasang makhluk tuhan itu tergeletak dalam damai. Bukan seikat bunga atau cincin berlian yang menggambarkan besarnya cinta mereka. Namun darah yang mengalir dan bau anyir yang menguar.
         

  -FIN-

Tadaaaa!!! gimana? gimana? tinggalin komen dong, Lotus bener-bener pengen tau pendapat kalian soal cerita ini. Oh ya, the last series coming soon!
           
           
           
           

0 komentar:

Posting Komentar

 

Lotus Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang